Filosofi air dan garam
Oleh Lulu As-shafa'annisa 16 Juli 2010 jam 21:01
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada
suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang
sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya
gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu,
memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan
semua masalahnya..
Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya
dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam
garam, dan meminta tamunya untuk mengambil
segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam
gelas, lalu diaduknya perlahan..
“Coba, minum ini, dan katakan bagaimana
rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil
meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit
tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat
tinggalnya.
Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan
akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang
tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan
segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan
sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-
aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan
telaga itu..
“Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah..
Saat tamu itu selesai mereguk air itu,
Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar”, sahut tamunya.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”,
tanya Pak Tua lagi.
“ Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk
punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya
duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga
itu.
“Anak muda, dengarlah...
Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam
garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa
pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap
sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan
sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan
tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan
tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu
merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup,
hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan..
"Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap
kepahitan itu. ”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.
“ Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah
tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu
menampung segalanya.."
Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas,
buatlah laksana telaga yang mampu meredam
setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi
kesegaran dan kebahagiaan.
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama
belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu,
kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk
anak muda yang lain, yang sering datang padanya
membawa keresahan jiwa
0 Response to "Filosofi air dan garam"
Post a Comment
SILAHKAN BERI KOMENTAR DAN SARAN ANDA. Jangan malu-malu