nasehat

Dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata, “Jibril datang kepada Nabi SAW dan berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu karena kamu pasti mati, beramallah sesukamu karena kamu akan dibalas dengannya, dan cintailah orang yang kamu cintai sesukamu karena kamu pasti berpisah dengannya. Dan ketahuilah sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin adalah qiyamul lail (sholat malam) dan kehormatan mukmin adalah rasa kayanya (menahan diri dari meminta – minta) jauh dari sesama manusia.” (rowahu at- Thabrani fi Mu’jam al-Ausath) Dimanakah daya tariknya? Wuih…, banyak sekali menurut saya. Pertama, dari gaya bahasanya. Saya suka sekali dengan pemakaian kata syi’ta - sesuka – sukamulah. Ngledek banget rasanya. Orang jawa bilang nglulu. Ingat sama Ahli Badar yang fenomenal itu. Kesan awal begitu menggoda, seperti mendapatkan kebebasan; terserah lho deh! Tapi dikunci dengan akhir pernyataan yang pakem. Kalimat yang imbang. Seperti dilepas, kemudian ditarik lagi. Diangkat terus dijatuhkan. Sebagai mukmin seperti ditantang kemukminannya. Tunjukkan merahmu, begitu kalau boleh meminjam salah satu iklan rokok. Kedua, yang dibahas hal yang esensial lagi universal: hidup, amal dan cinta. Boleh hidup sesukanya, tapi ingat, semua orang pasti mati. Artinya bersiaplah untuk bekal setelah mati. Seorang bijak pernah ditanya, ''Apa yang Anda dan murid-murid Anda lakukan dalam hidup ini?'' Ia menjawab, ''Kami hanya duduk, kami hanya berjalan, dan kami makan.'' Si penanya tidak mengerti apa maksudnya. ''Tetapi,'' lanjutnya, ''Bukankah setiap orang juga duduk, berjalan, dan makan?'' '' Ya,'' sahut sang bijak,'' Tetapi ketika kami duduk, kami sadar kami sedang duduk. Ketika kami berjalan, kami sadar bahwa kami sedang berjalan. Ketika kami makan, kami sadar kami sedang makan.'' Jadi, sadarlah selalu kemana hidup ini berjalan dan untuk apa hidup kita sebelum gerbang kematian benar – benar datang menyapa. Boleh berlaku dan beramal seenaknya, tapi semua diri nanti akan menerima ganjarannya masing – masing. Kalau benar dapat, kalau salah ya bersiaplah; guwak byuk.  Beramal, bukan sekedar baik tapi harus tepat sasaran; buat diri dan sekitar. Ada seorang Bapak tua sedang asyik menanam pohon buah – buahan di sebuah bukit yang gundul dan gersang. Bukit itu akhirnya penuh dengan pepohonan dan buah – buahan. Orang jadi senang dan memperoleh manfaat dari budi baik si Bapak itu. Karenanya, menghantarkan si bapak menerima penghargaan sebagai pengakuan akan jasanya. Pada malam penghargaan si Bapak ditanya, “Apa yang melatarbelakangi tindakan yang mulia itu?” Si Bapak dengan spontan menjawab, “Bumi telah lama memberikan kebaikan kepada saya dan orang – orang terdahulu juga telah mewariskan kebaikan yang banyak kepada saya. Mudah – mudahan dengan tindakan kecil saya ini, saya bisa membalas budi dengan memberikan sesuatu kepada generasi berikutnya dan orang – orang yang akan datang serta menjaga kelestarian dan keindahan bumi tercinta ini.” Terus mencinta juga begitu, silahkan mencintai siapa pun dan apapun, tapi nanti akan berpisah juga. Jangan mencinta secara membabi - buta. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil terus menggumam, ''Lulu..., Lulu....!'' Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. ”Dokter kenapa orang ini?”, tanya si pengunjung. Si dokter menjawab, ''Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.'' Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat kamar lain ia terkejut melihat penghuninya terus - menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu, Lulu...., Lulu, Lulu...”. ''Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?'' tanya pengunjung memastikan. Dokter kemudian menjawab, ''Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.'' Hati – hatilah dengan masalah cinta ini. Salah mencinta bisa petaka. Ketiga, ditunjukkan dua hal yang menjadi pemuncaknya; yaitu qiyamul lail dan prawiro. Berdiri di saat yang lain tertidur. Dan tidak blubut meminta – minta kepada manusia. Ta’afuf. Terjaga. Tiba – tiba dengan cepat terlintas dalam benak saya arti 4 L dalam hadits ini. Kebutuhan  berupa kebutuhan fisik untuk hidup (to live), berikutnya kebutuhan social emosional, saling kasih - sayang dan memperhatikan (to love), kemudian kebutuhan mental (to learn) dan terakhir adalah kebutuhan meninggalkan warisan (to leaving a legacy). Keempat, seperti sebuah tamparan buat saya yang mengaku mukmin, ketika disebut qiyamul lail dan prawiro. Kata yang selalu menjadi impian tak pernah kesampaian. Dan ingin selalu didapatkan, tapi susahnya bukan kepalang. Tak lain karena jarangnya bisa melakukannya. Jadinya, seperti punguk merindukan bulan. Walau terus selalu mencoba meraihnya. Kelima, segera saya menutupnya. Karena tak tahan mengulang dan mengulangnya. Semakin diulang semakin dalam sakitnya. Tambah lama tambah dalam dan lebar. Dan malam itu, dalam luka yang menganga, dan rindu yang dalam, tiba – tiba serasa saya dibangunkan dan punya kekuatan  untuk bersimpuh kepadaNya. Alhamdulillah, alhamdulillah…… Oleh:% Ustadz.Faizunal Abdillah Source : www.ldii.or.id 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "nasehat"

Post a Comment

SILAHKAN BERI KOMENTAR DAN SARAN ANDA. Jangan malu-malu